Tuesday, May 31, 2016

Jika Pendidikan adalah Suluh Bangsa, Maka Biarkan Terangnya tak Pernah Padam*



Jika Pendidikan adalah Suluh Bangsa, Maka Biarkan Terangnya tak Pernah Padam*

Edrida Pulungan, SE., SPd., M.HI





Negara harus hadir, harus efektif. Dan birokrasi pendidikan dan kebudayaan adalah motor dalam gerakan semesta ini. Birokrasi di tingkat pusat harus menjadi contoh bagaimana mesin birokrasi bekerja secara efektif. Kemendikbud sadar, untuk itu perlu pelibatan publik serta perbaikan tata kelola. Reformasi birokrasi, khususnya perbaikan tata kelola, yang selama ini didengungkan memang penting. Tapi, untuk mendorong efektivitas birokrasi lebih jauh, cara terbaiknya adalah membuka luas pelibatan publik.
(Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, Ph.D)


Pendidikan adalah hak azasi manusia yang tertera dengan jelas dalam konstitusi bangsa yakni pasal 31 UUD 1945. Yakni Tiap warga negara berhak mendapat pendidikan dansetelah diamanademen menjadi Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Tentu ada evaluasi yang mendasar tentang makna pendidikan dan pengajaran nasional dalam refleksi perjalanan pendidikan anak bangsa di tanah air. Bukan hanya itu bahkan pendidikan juga bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang tertulis secara historis, sakral dan diplomatis sebagai tujuan dari pendididikan di Indonesia. Namun benarkah pendidikan kita sudah bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia? Benarkah Pendidikan kelak menjadi gerakan semesta?
Terinspirasi dengan ungkapan dari Menteri Pendidikan dan kebudayaan diatas tentang keterlibatan negara, perbaikan birokrasi pendidikan dan perbaikan tata kelola sebagai formula untuk gerakan pendidikan untuk semesta adalah formula yang menarik untuk di terapkan dalam sistem pendidikan bangsa.
Sebagai contoh untuk daerah Bandung Barat yang tak jauh dari Ibukota, berdasar berita yang dirilis dari Republika.co.id tanggal 21 Januari 2016 menyebutkan bahwa sekitar 3.000 siswa lulusan SMP dan sederajat dari total sekitar 12 ribu lulusan pada 2015 lalu tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Faktor ekonomi menjadi penyebab utama orang tua siswa enggan menyekolahkan anaknya hingga tingkat SMA. Tentu jika diretas terdapat lost generation dan gap yang jauh yakni sebelumnya dari jenjang SD ke SMP hingga antar SMP ke SMU dan begitu juga jenjang SMU ke Universitas. Hal ini perlu mendapatkan perhatian juga. Konon hal yang sama terjadi di berbagai daerah dan pelosok di Indonesia. Jadi Sinergi dan kolaborasi semua pihak adalah kata kunci untuk pendidikan semesta. Mungkin begitulah makna dari konsep yang ditawarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai leading sector dalam pendidikan dan kecerdasan bangsa.

Mutu Pendidikan di Daerah yang berkualitas

Setelah berlakunya UU No 22 th. 1999 tentang otonomi daerah yang salah satunya melimpahkan wewenang bidang pendidikan ke daerah. Tentu dengan dasar konstitusi diatas perlu pengawasan dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) untuk mengawasi apakah terjadi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah maka dalam UUD ditetapkan 20 % dari APBD digunakan untuk kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Sehingga perli ketrlibatan semua pihak bahkan selain negara yang hadir dibutuhkan juga peran swasta berupa perusahaan yang peduli dengan pendidikan dengan memberikan bantuan dana dan fasilitas melalui dana CSR ( Coorporate Social Responsinility). Disamping itu perlu juga peran komunitas-komunitas penggiat pendidikan yang berada dalam masyarakat sebagai akses pendidikan alternatif yang bisa mmebantu pendidikan dasar informal yang merupakan swadaya masyarakat dengan dukungan dan perhatian dari Pemerintah
Dalam meningkatkan mutu pendidikan sejalan dengan teknologi juga, maka Pemerintah juga harus membangun konsep e-learning sebagai metode pendidikan jarak jauh, dan tentu saja butuh akses dukungan teknologi internet yang memadai. E-learning juga sangat cocok di kembangkan di pulau-pulau di Indonesia. Karena disadari atau tidak, pendidikan untuk semesta bermakna keadilan dan pemerataan. Hal tersebut diatas belum merupakan upaya jika kita mengacu pada riset Global Competitiveness Index yang dirilis World Economic Forum (WEF) tahun 2015 daya saing Indonesia di bidang teknologi dalam pilar ke 9 menduduki posisi ke 85 dari 140 negara di dunia. Sehingga dengan kondisi ini setiap elemen bangsa bahu membahu menjadi bagian pendidikan bangsa menuju insan yang berkarakter, beriman dan berdaya saing.
Program Indonesia Mengajar sebagai Gerakan inisiatif dibidang pendidikan bisa dijasikan inspirasi yang dinilai sukses membangun gerakan semesta di level mikro, sedangkan dilevel meso lebih pada pemerataan sistem pendidikan yang bisa menjangkau masyarakat tak mampu melalui program pemerintah yang masih dijalankan yakni melalui Kartu Indonesia Pintar. Sedangkan dalam level Makro Indonesia harus memposisikan diri dengan tingkat IPM teratas minimal untuk negara ASEAN dan  mengejar ketertinggalam dalam kelompl G20

Universitas Negeri dan Swasta di Daerah harus Berdaya Saing

Bagaimana kondisi Universitas daerah di seluruh Indonesia?, Seperti dirilis hanya ada 10 peringkat universitas negeri yang diakui berdasar QS world University Rankings dan Times Higher Education  dan tergolong world class university di Indonesia yakni Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, IPB, Universitas Diponegoro, ITS, UMS dan Universitas Brawijaya. Namun ironisnya berdasarkan berita di Kompas.Com tertanggal 9 Mei 2016. Jumlah siswa pendaftar SNMPTN mencapai 645.202 dan pendaftar program Bidikmisi sebanyak 143.819. Adapun siswa lolos SNMPTN hanya sebanyak 115.178 dan Bidikmisi 24.506 orang. Artinya masih ada lima ratus lebih calon mahasiswa yang belum tertampung dan harus mencari peruntungannya di universitas swasta favorit ataupun universitas swasta biasa yang konon dengan biaya yang mahal. Adapun universitas swasta yang masuk peringkat webometric  antara urutan 10-36 di Indonesia dan setara dengan urutan 2000 hingga 3500 dunia adalah Unpad, Unsyiah, UPI, UNS, Unhas, UNY, Udayana, dan lain sebagainya yang tersebar di seluruh daerah Indoensia.
Namun mengingat persaingan semakin tinggi baik lembaga pendidikan maupun kualitas mahasiswa yang akan memasuki perguruan tinggi swasta. Hal ini tentu perlu mendapatkan perhatian yang baik dari setiap pemangku kepentingan baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Rektor Universitas dan juga swasta. Pendidikan yang bermutu dan baik juga berkolearsi terhadap kulitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut data BPS tahun 2013 dari sisi distribusi pendapatan juga terlihat makin melebarnya penduduk kelas terbawah sebanyak 40 persen dari 20 persen penduduk terkaya. Artinya sebanyak 20% penduduk terkaya menguasai hampir separuh pendapatan nasional. Untuk itu pendidikan juga alat untuk membunuh kemiskinan.
Beberapa universitas di daerah juga harus berdaya saing dan kreatif mencetak generasi unggul dan potensi pemimpin dalam masyarakat, perusahaan, bangsa dan negara.  Seperti yang disampaikan oleh Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Prof. Dr Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc  mengatakan Universitas di daerah harus mampu bersaing dan berinovasi dalam membangun kualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Hal tersebut lah yang mendorong dirinya untuk berinovasi sebagai wakil rektor saat itu untuk membuat kerjasama dengan IDBG terkait proyek education fund untuk peningkatan pembangunan kampus Universitas Lambung Mangkurat akhirnya mendapatkan kucuran dana sebesar 500 Milyar rupiah yang bertujuan memajukan pendidikan di dan pembangunan capacity building dan Kegiatan non-akademik berupa proyek pembangunan gedung (civil work) di Universitas Lambung Mangkurat.
          Kedepan proses perjalanan bangsa masih berjalan, Pendidikan bagaikan eskalator yang membawa segenap masyarakat Indonesia kepada impian yang dicita-citakan para pendahulu bangsa yakni Founding fathers, Bapak Soekarno Hatta agar menjadi bangsa mandiri dan bisa sejajar dengan bangsa-bangsa yang maju lainnya sesuai dengan proses lahirnya bangsa ini dari hasil tekat kuat dan intelektualitas para pemikir bangsa. Begitu juga dengan ungkapan Ki  Hajar Dewantara ” setiap kita adalah Guru”, dan setiap kita wajib berbagi ilmu dan pengetahuan dimanapun kita berada sehingga pendidikan untuk semesta bukan fatamorgana namun sejatinya adalah suluh yang memberikan terang bagi bangsa menjadi bangsa yang besar dan diakui oleh dunia dan dicatat oleh sejarah. Semoga





*Penulis adalah  Staf Calon Fungsional Peneliti
Biro Pusat data dan Informasi Setjen DPD RI

0 comments:

Post a Comment